HALINDSHOP - Beribu-ribu orang, baik pengendara motor, sepeda maupun pejalan kaki serta puluhan pedagang di kanan dan kiri jalan, di sekitar lokasi tempat Batu Gong setiap harinya beraktifitas dan mengais rejeki.
Namun hanya sedikit di antara mereka yang mengetahui bahwa batu yang tergeletak di di sebelah timur bukit kecil jalan raya menuju Puger-Kencong Kaliputih Rambipuji Jember itu adalah prasasti. Lokasi tempat Batu Gong dikenal sebagai nama Jatian yang juga terletak dipersimpangan jalan Propinsi Jember-Lumajang, berada di areal tanaman jati milik Perhutani.
Terletak di Dusun Kaliputih Desa Rambipuji Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. Dari Jembatan Kaliputih berjarak kurang lebih sekitar 200 meter ke arah selatan.
Riwayat yang berkembang, awal posisi Batu Gong berada di bukit areal tanaman jati sebelah barat jalan yang mengarah ke Puger. Pada tahun 1966 saat maraknya gerakan KAMI dan KAPPI menumpas G 30 S PKI secara bersama-sama Batu Gong di atas bukit digulingkan sehingga berada pada posisi saat ini. Digulingkannya Batu Gong dengan harapan agar tidak terjadi ritual yang mengarah ke kemusyrikan.
Tersembunyi misteri dibalik keberadaan Batu Gong. Tersiar kabar, dari beberapa orang tua di sekitar wilayah jatian, saat Batu Gong berada di atas bukit setiap hari Kamis Kliwon malam Jum’at Legi seringkali terdengar bunyi gong dipukul berkali-kali. Sehingga Batu Gong menjadi sasaran tempat ritual oleh kalangan tertentu sampai sekarang.
Batu Gong tidak berbentuk bulat, serta tidak berbentuk kotak, di satu sisi terdapat tonjolan sehingga membentuk seperti gong. Batu ini terbuat dari bahan andesit yang alami. Batu Gong merupakan salah satu asset benda Cagar Budaya yang dimiliki Kabupaten Jember yang berada di areal Perhutani. Identifikasi dan pemeliharaan cagar budaya ini menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Kabupaten Jember.
Semula batu ini berada di bukit, untuk menampakkan bentuk batu maka digali dengan kedalaman satu meter lebih di sekeliling batu. Panjang sekitar 218 centimeter, sedangkan lebarnya kurang lebih 180 centimeter. Tonjolan yang menyerupai gong kurang lebih 20 centimeter dengan diameter antara 60 sampai 65 centimeter. Tonjolan ini mengingatkan kita kepada bentuk tumpeng dengan gunungannya yang sudah dipotong.
Di salah satu sisi batu terdapat aksara yang terdiri dari lima huruf. Aksara ini tergolong dalam aksara Pallawa dengan bahasa Sansekerta. Pada Desember 1933 Dr. W. F. Stutterheim, arkeolog Belanda, melakukan penelitian tentang kekunoan (oudheidkundig) di lokasi Batu Gong ini dan berhasil membaca aksara di Batu Gong ini.
Aksara ini berbunyi “PARVVATESWARA” yang bermakna “DEWA GUNUNG”. Diakui beraliran Shiwa, Stuterheim menduga tonjolan di batu gong sebagai Lingga. Kajian arkeologis dan perbandingan aksara yang dilakukan Stutterheim menyatakan keberadaan batu gong berasal dari masa sebelum Majapahit ada. Asal zaman keberadaan Batu Gong lebih tua dari dinasti Majapahit.
Aksara yang terdapat di Batu Gong mempunyai kesamaan dengan Prasasti Dinaja yang berasal dari Abad ke-8 Masehi. Hurufnya tidak berbeda dengan Prasasti Sanjaya yang berasal dari tahun 732 Masehi. Prasasti Batu Gong Jatian-Rambipuji mempunyai kelas yang sama dengan Prasasti Punawarman di Jawa Barat dan Mulawarman di Kalimantan. Juga tidak berbeda dengan Prasasti Toek Mas di Jawa Tengah yang berasal sekitar tahun 650 Masehi.
Dengan keterangan di atas, Prasasti Batu Gong Jatian-Rambipuji diperkirakan berasal dari antara tahun 650-732 Masehi. Sehingga tepat dikatakan berasal dari antara abad ke-7 Masehi dan 8 Masehi. Batu Gong ini berasal dari masa Hindu dengan aliran Siwa. Tonjolan dalam batu itu, oleh Stutterheim, diperkirakan sisa kerucut yang awal adalah Lingga yang dipotong seperti memotong tumpeng.
Keterangan siapa yang membikin atau meletakkan batu tersebut di lokasi ini masih menjadi misteri. Belum ada keterangan yang mendalam tentang asal-usul batu gong ini. (Sekretariat: Dusun Krajan 1 Desa/Kec. Kencong)
Sumber : majalah-gempur.com
0 komentar:
Posting Komentar