السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Saudaraku yang dirahmati oleh Allah SWT, memang tidak didapati dalil secara sharih (Eksplisit) baik dari Al-Quran maupun dari sunnah Rasulullah SAW yang membolehkan ataupun melarang seseorang menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran kepada orang yang sudah meninggal. khususnya untuk kedua orang tua kita yang sudah wafat.
Namun sebelum itu, sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu pejelasan berikut ini:
Pertama: Para ulama bersepakat (ijma’) bahwa mempersembahkan pahala sedekah akan sampai kepada si mayit dan bermanfaat untuknya. Ibnu Katsir berkata: “Adapun doa dan sedekah adalah sebagai kesepakatan (Ijma’) para ulama bahwa pahalanya sampai kepada si mayit dan ini ada landasan syar’inya”. Ini berdasarkan hadits:
“إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له”.
“Jika anak Adam mati maka amalnya terputus kecuali tigal hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih”. (HR. Muslim). Ketiga hal tersebut adalah merupakan usaha, jeri payah dan amalnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits lain:
“إن أطيب ما أكل الرجل من كسبه وإن ولده من كسبه”.
“Sesungguhnya makanan terbaik yang dimakan seseorang adalah dari hasil usahanya dan sesungguhnya anaknya merupakan bagian dari usahanya”. (HR. Nasa’I dan Abu Daud)
Kedua: Para ulama berbeda pandangan dalam hal menghadiahkan pahala membaca Al-Quran untuk si mayit, apakah boleh, sampai kepada si mayit dan bermanfaat baginya?
Secara umum paling tidak ada dua pendapat yang berbeda dalam menyikapi kasus yang anda tanyakan.
Pendapat pertama mengingkarinya dan mengatakan tidak boleh menghadiahkan pahala membaca Al-Quran kepada orang sudah meninggal karena ini merupakan suatu yang tidak bermanfaat sama sekali bagi si mayit dan pahalanya tidak sampai kepadanya.
Diantara dalil mereka:
Firman Allah SWT:
“وأن ليس للإنسان إلا ما سعى”.
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS. An-Najm: 39) Maksud dari ayat ini adalah bahwa bacaan untuk si mayit bukan bagian dari amal dan usahanya, karena Rasulullah SW tidak menganjurkan umatnya untuk melakukannya.
Firman Allah SWT:
“لها ما كسبت ولكم ما كسبتم ولا تسألون عما كانوا يعملون”.
“Baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-Baqarah: 134)
Hadits Rasulullah SAW:
“إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له”.
“Jika anak Adam mati maka amalnya terputus kecuali tigal hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih”. (HR. Muslim).
Hadits ini menerangkan putusnya amal bagi orang yang sudah mati kecuali tiga hal yang disebutkan di hadits ini dan menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran tidak termasuk di dalamnya.
Pendapat kedua mengatakan bahwa ini merupakan susuatu yang dibolehkan dan dapat bermanfaat bagi si mayit dan pahalanya akan sampai kepadanya.
Diantara dalil mereka:
Firman Allah SWT:
“والذين ءامنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذريتهم ومآ ألتناهم من عملهم من شيء”.
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucuk mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucuk mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka…”. (QS. At-Thur: 21).
Mereka mengatakan bahwa ayat ini menunjukan bahwa Allah SWT akan menghubungkan anak orang mukmin dengan ayah mereka yang mukmin pula dan ini sebagai dalil bahwa manusia bisa mengambil manfaat dari usaha atau amal orang lain.
Hadits Rasulullah SAW:
“إن الميت ليعذب ببكاء الحي”.
“Sesungguhnya mayit pasti akan mendapatkan azab disebabkan tangisan (keluarganya) yang masih hidup”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Mereka mengatakan juga bahwa tangisan ini dapat memberikan mudharat kepada si mayit maka bacaan Quran pun akan dapat memberikan manfaat, dan Allah Maha Mulia dari sekedar menyampaikan hukuman perbuatan maksiat kepadanya (mayit) dan menghalangi pahala baginya.
Pendapat kedua ini juga mengatakan: “Tidak ada larangan menghadiahkan pahala membaca Al-Quran dan pahala amal shalih lainnya”. Mereka mengqiyaskan hal tersebut dengan sedekah dan doa untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Ibnu Shalah rahimahullah suatu hari pernah ditanya: “Apakah diperbolehkan seseorang membaca Al-Quran dan dia hadiahkan (pahalanya) untuk kedua orang tauanya dan kerabatnya secara khusus dan bagi kaum muslimin secara umum…?”.
Beliau menjawab : “Ada perbendaan pendapat di kalangan ahli fiqih tentang membaca Al-Quran tersebut, dan mayoritas membolehkannya. Dan hendaknya dia mengucapkan “Ya Allah sampaikan pahala yang aku baca ini untuk si fulan”. Dan barang siapa yang menginginkannya bisa dia jadikan sebagai doa…”.
Imam Nawawi rahimahullah juga pernah ditanya: “Apakah pahala sedekah, doa atau bacaan Al-Quran akan sampai ke mayit?”.
Beliau menjawab: “Pahala doa dan pahala sedekah akan sampai kepadanya sesuai dengan ijma’ ulama. Dan ada perbedaan ulama dalam hal pahala bacaan Al-Quran, Imam Ahmad dan beberapa sahabat Imam sayafi’i berkata: “Sampai”. Imam Syafi’i dan kebanyak (pengikut Imam Syafi’i) : “Tidak sampai”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah pernah ditanya: “Jika seseorang membaca ayat Al-Quran dan menghadiahkannya kepada orang sudah meninggal apakah sampai atau tidak? Apakah si mayit mendengar atau tidak?”.
Beliau menjawab: “Perbedaan dalam hal ini sudah masyhur (terkenal). Namun yang lebih utama adalah si pembaca berdoa “Ya Allah jika Engkau menerima amal saya dalam membaca Al-Quran ini maka jadikan pahala dari-Mu ini untuk si fulan. Dan jika dia berdoa “jadikan pahalanya untuk si fulan” maka ini yang menjadi perbedaan pendapat. Perkataan pertama sebagai doa jika Allah berkehendak Dia akan menerimanya dan jika Dia berkehendak dia tidak menerimanya, dan jika pahalanya sampai ke mayit pasti akan bermanfaat”.
Jadi masalah ini memang sudah menjadi pembahasan para ulama sejak lama, kita bisa mengambil dan mengikuti pendapat yang kita yakini benar. Dan yang terpenting adalah Al-Quran jangan hanya kita jadikan sebagai pengirim hadiah pahala namun mari kita pelajari, baca, tadabburi dan amalkan. Selanjutnya jangan sampai ketika kita berbeda dalam hal yang masih menjadi perbedaan pendapat ini membuat hubungan sebagai sesama Muslim menjadi renggang dan silaturrahim serta ukhuwah jadi terputus. Justeru saatnya kita bisa bersikap lebih dewasa dan juga kita bisa menghormati saudara kita yang lain yang tidak sependapat dengan kita. Allahu a’lam bishshawab
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Dari : Taufik Hamim Effendi, Lc., MA
0 komentar:
Posting Komentar