Boikot merupakan senjata yang akrab digunakan, baik pada masa lampau atau era sekarang.
Dan, itu terbukti efektif. Kalangan musyrik menerapkannya untuk memerangi Rasulullah SAW dan para sahabat.
Memang, saat ini, boikot sulit menjadi kebijakan pemerintah. Karena itu, boikot penting sebagai inisiatif yang muncul dari masyarakat.
Al-Qaradhawi mengatakan jumlah populasi Muslim dunia yang kini mencapai 1,6 miliar jiwa mampu membuat Israel dan sekutunya kelaparan dengan boikot. Ini adalah kewajiban agama.
“Barang siapa yang membeli produk Zionis Israel dan sekutunya, ia telah melakukan perbuatan haram dan dosa,” tegas Qaradhawi seraya mengutip Surah al-Anfaal ayat 72- 73 dan Surah al-Maidah ayat 2.
Sedangkan dalam pandangan kubu yang kedua, agar lebih efektif, boikot produk-produk Israel dan sekutunya harus terarah serta terkonsep dengan syarat dan kriteria tertentu. Bila tidak, upaya boikot tidak akan berbuah apa pun.
Menurut kelompok ini, contoh syarat itu, misalnya, kebijakan boikot tersebut mesti dikeluarkan oleh otoritas negara. Ini akan semakin menguatkan dan mengikat bagi tiap warga Muslim. Selain itu pula, syarat tersebut bisa berupa ketiadaan bahaya ataupun petaka di balik pemberlakuan boikot tersebut.
Pandangan ini disuarakan oleh Mufti Lembaga Fatwa Mesir, Syekh Ali Jumah, dan salah seorang tokoh bermazhab Syiah, yaitu Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah.
Menurut Syekh Ali Jumah, boikot sulit memberikan dampak bila tidak diadopsi sebagai kebijakan negara. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah setempat akan mengeluarkan daftar nama produk dan produsen yang masuk kategori terlarang.
Langkah ini akan menjelma layaknya pukulan telak bagi perusahaan-perusahaan yang berafiliasi pada Israel. Seruan boikot bisa juga dilakukan oleh lembaga atau instansi yang kredibel. Misalnya, diserukan oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) atau semacamnya.
Sumber : ROL
0 komentar:
Posting Komentar