Komaruddin Hidayat (Foto : ROL) |
SEMARANG - Cendekiawan Muslim Prof Komaruddin Hidayat mengatakan setiap pemeluk agama harus mampu memahami agama sesuai domainnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"Setidaknya, ada empat domain atau wilayah dalam agama," katanya, usai menjadi pembicara seminar 'Membangun Kepemimpinan Masa Depan Indonesia' di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Selasa (13/11).
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebutkan domain pertama adalah ranah pribadi yang sifatnya privat dan individual bagi pemeluk agama dalam menjalankan ibadah.
Pada domain pribadi, kata dia, setiap pemeluk agama bisa menjalankan ibadah secara bebas tanpa ada yang membatasi atau orang lain yang mengurusi, sebab hubungannya bersifat vertikal langsung dengan Tuhan.
"Misalnya, puasa. Orang mau puasa atau tidak yang tahu hanya dirinya sendiri dan Tuhan. Tidak ada orang lain yang tahu apakah puasa yang dijalankannya didasarkan atas keikhlasan dan ketulusan," katanya.
Menurut dia, seseorang memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk meyakini dan mengembangkan keyakinan agamanya, namun di sisi lain benar-benar menguji ketulusan dan keikhlasan seseorang dalam beriman.
Beranjak pada domain kedua, yakni komunal, kata dia, kebebasan sudah mulai terkurangi dengan aturan-aturan yang muncul dari kelompok atau jamaah, tetapi aspek-aspek keagamaannya masih sangat mendominasi.
"Pada ranah komunal ini paham keagamaan dan keimanan seseorang akan terbentuk dan terbina secara efektif. Sebab, pemeluk agama memang harus yakin bahwa agamanya benar, misalnya di kelompok masjid," katanya.
Namun, kata dia, pada domain selanjutnya, yakni publik, komunitas suatu agama akan bertemu dengan komunitas agama lain sehingga bukan hukum agama yang berlaku jika ada yang melanggar, tetapi hukum positif.
"Kalau saya misalnya melanggar di jalan raya, urusannya bukan dengan hukum agama. Hukum positif yang berlaku, polisi yang akan menindak," kata pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 18 Oktober 1953 itu.
Pada domain keempat, yakni negara, ungkap dia, pemerintah memiliki otoritas dan tugas untuk melindungi warga negaranya, tidak memedulikan agama atau etnisnya, sebab seluruh warga negara harus dilindungi.
"Misalnya begini, kita tahu ajaran Islam tentang antikorupsi, melarang tindak korupsi. Namun, jika ada koruptor, apa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian menangkap para koruptor itu? Tidak," katanya.
Yang harus menindak, kata Komaruddin, tentu institusi negara yang memiliki kewenangan, seperti polisi, dan tidak diperbolehkan lembaga agama, termasuk Islam mengambil alih wilayah tugas kepolisian untuk menindak.
Sumber Referensi : Antara
0 komentar:
Posting Komentar