Dalam memutuskan fatwa tentang pernikahan beda agama, MUI menggunakan Alquran dan hadis sebagai dasar hukum.
''Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk Islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu.”
“Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia menarik hatimu...”' (QS al-Baqarah: 221).
Selain itu, MUI juga menggunakan Alquran surat al-Maidah ayat 5 serta at-Tharim ayat 6 sebagai dalil.
Sedangkan hadis yang dijadikan dalil adalah sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani, ''Barangsiapa telah kawin, ia telah memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia atkwa kepada Allah dalam bagian yang lain.''
Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989.
Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Hal itu sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas.
''Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita non-Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki non-Muslim,'' ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.
Sumber : Republika Online
0 komentar:
Posting Komentar