Lalu bagaimana teknis akadnya? Dalam fatwa itu, akad pengalihan utang bisa dilakuan melalui empat alternatif. Alternatif pertama berupa:
1) LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya; dan dengan demikian, aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.
2) Nasabah menjual aset dimaksud poin pertama kepada LKS, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya. 3) LKS menjual secara murabahah aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.
Alternatif kedua:
1) LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKK; sehingga dengan demikian, terjadilah syirkah al-milk antara LKS dan nasabah terhadap aset tersebut.
2) Bagian aset yang dibeli oleh LKS sebagaimana dimaksud angka 1 adalah bagian aset yang senilai dengan utang (sisa cicilan) nasabah kepada LKK.
3) LKS menjual secara murabahah bagian aset yang menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.
Alternatif ketiga:
1) Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad Ijarah dengan LKS, sesuai dengan Fatwa DSN-MUI nomor 09/DSN-MUI/IV/2002.
2) Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
3) Akad Ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4) Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah sebagaimana dimaksudkan angka 2.
Alternatif keempat:
1) LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya; dan dengan demikian, aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.
2) Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada LKS.
3) LKS menyewakan aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
“Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah,” papar Kiai Sahal.
Sumber : republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar