ilustrasi : [Foto : Suryo Wibowo/TEMPO] |
Banyuwangi - Khoiri Zein bercerita, tahun 1976-1980, dia naik haji dengan ongkos sendiri. Saat itu, pergi ke Mekah masih memakai kapal laut karena belum dilayani oleh pesawat terbang. Setelah empat kali naik haji, ia lantas dipercaya teman dan orang-orang di kampungnya untuk menjadi pembimbing haji. Ayah empat anak itu didaulat menjadi pembimbing, mulai dari persiapan sebelum berangkat hingga di Mekah.
Jamaahnya bersepakat untuk patungan dana membiayai Khoiri Zein naik haji pada tahun 1981. "Saya diminta untuk membimbing mereka saat di Mekah," cerita dia kepada Tempo, Rabu, 26 September 2012.
Tak banyak orang muslim memiliki kesempatan untuk menunaikan rukun Islam kelima, yakni beribadah haji ke Tanah Suci Mekah. Faktor terbesarnya karena belum ada biaya. Maklum, untuk naik haji dibutuhkan biaya puluhan juta.
Namun, bagi Khoiri Zein, 65 tahun, naik haji seperti kegiatan rutin tahunan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banyuwangi dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama ini sudah 21 kali berhaji. Dia mulai ke Tanah Suci Mekah tahun 1976 dan terakhir 2011 lalu.
Kisah tentang Khoiri Zein akhirnya meluas dari mulut ke mulut. Setiap tahun, jemaahnya bertambah, termasuk tradisi membiayai ongkos naik haji bagi Khoiri Zein. Bisa disebut Khoiri Zein adalah perintis adanya Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Banyuwangi.
Namun, ia sendiri resmi mendaftarkan KBIH miliknya ke Kementerian Agama pada 1999 dengan nama KBIH Al Kharomain, yang berkantor di Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi. "Sebelum tahun 1999, belum ada ketentuan resmi tentang legalisasi KBIH," kata dia.
Kakek 10 cucu ini bercerita, sebelum tahun 2009, orang yang ingin naik haji tak perlu mengantre lama. Begitu mendaftarkan diri, bisa langsung berangkat pada tahun depan. Namun, sejak 2009, seseorang harus ikut daftar antrean untuk bisa pergi haji.
Karena harus ikut antre itulah, Khoiri Zein pun terpaksa absen ke Tanah Suci pada tahun ini. Dia baru akan berangkat lagi pada 2014 mendatang.
Lelaki yang telah menjadi anggota DPRD sejak periode 2004 lalu itu mengaku punya pengalaman paling berkesan sebagai pembimbing haji. Peristiwa itu terjadi pada tahun 2006. Saat itu, kata dia, pelayanan Kementerian Agama paling buruk karena gagal menyediakan katering bagi jemaah haji. "Jemaah saya dua hari tidak makan nasi," kata dia.
Tapi dia beruntung karena memiliki bekal lebih dari cukup berupa apel, roti, hingga air zamzam. Dia mengaku seperti mendapatkan petunjuk akan kesulitan makan sehingga memutuskan untuk membeli banyak bekal bagi jemaahnya.
Menurut dia, tahapan paling sulit dalam ibadah haji adalah saat tawaf. Yakni, mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, di mana tiga putaran pertama dengan lari-lari kecil dan empat putaran selanjutnya dengan berjalan biasa.
Beratnya tawaf karena dilakukan secara bersamaan oleh jemaah yang jumlahnya sangat banyak, sementara tempatnya terbatas. Jemaah pun terpaksa harus berdesak-desakan. "Terlebih lagi bagi yang usia tua atau punya penyakit tertentu," kata dia.
Namun dia menyarankan supaya jemaah tetap menjalaninya dengan penuh kesabaran dan niat untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT. Apabila tidak kuat, jemaah bisa menyewa pemandu dengan ongkos paling sedikit 600 real.
Sumber : TEMPO.CO
0 komentar:
Posting Komentar