:
  • SELALU TERCEPAT DAN SELALU MEMAHAMI

    SELECT YOUR LANGUAGE


    Powered By Google Translate

    Tradisi Mengusir Alami Petani Ala Budaya Jepara ?!


    Foto Oleh : Detik Travel

    Jepara - Tradisi mengusir musuh alami petani, diperkenalkan kembali dalam Festival Memeden Gadu 2013 di Kabupaten Jepara, yang berlangsung Senin (30/9) lalu. Persoalannya, para petani sudah kehabisan cara untuk mengusir hama sebagai musuh alami itu. Ketika mereka sedang menggarap sawah, beragam hama telah mengintainya, seperti: tikus, wereng, belalang, dan burung- burung. "Salah satu cara, kami mengajak petani agar kembali menghidupkan memeden gadu dengan menyelenggarakan festival," kata Waluyo, Ketua Penyelenggara Festival Memeden Gadu, Senin 1 Oktober 2013.

    Tema yang diusung adalah "Soko Pari Marang Gusti". Musuh alami hama perusak tanaman itu hampir lenyap diburu orang. Misalnya, ular banyak diburu untuk kepentingan industri dan makanan olahan. Katak, diburu untuk makanan swike. Burung- burung dijaring untuk dijadikan makanan dan hiasan rumah. Karena itu, wajar jika seperti tikus, hama wereng dan sejenisnya semakin merajalela.

    Festival itu melibatkan petani yang tergabung dalam Gabungan Masyarakat Peduli Tradisi dan Budaya Jepara. Selain menjaga kearifan lokal, kata Waluyo, juga menghidupkan kembali cara-cara mengusir hama tanaman padi, terutama burung dengan menggunakan orang-orangan sawah, dan tidak menggunakan pestisida.

    Selain itu festival itu juga memiliki misi memperkenalkan kepada generasi muda tentang kebudayaan petani setempat dalam mengusir burung yang dianggap mengganggu tanaman padi. Festival itu berlangung di kompelks pemakaman Bolem Desa Kapuk, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. Ada 200 karya memeden sawah mengikuti festival dengan beragam bentuk.

    Menurut panitia lain, Hasan, dengan konsep memeden gadu itu merupakan cara jitu untuk mengusir hama perusak tanaman tersebut. Terutama bagi burung- burung, agar tidak merusak tanaman petani dan tetap lestari keberadaannya. "Cara ini ramah lingkungan," kata Hasan, Koordinator Gabungan Masyarakat Peduli Tradisi dan Budaya Jepara. Memeden sawah itu dikirap bersama nasi setinggi dua meter. Panitia juga melengkapi acara denganpentas music, diskusi budaya hingga penampilan music perkusi.

    Dipilihnya Desa Kepuk, karena desa ini sangat potensial pertaniannya, dan sebagian besar masyarakatnya memang petani dan buruh tani. Di Desa itu berpenduduk 5.400 jiwa dengan luas sawah sekitar 266 ha. "Kami dukung karena sekalian upacara sedekah bumi," kata Tarno, Kepala Desa Kepuk.

    Sebagian besar petani memang sudah meninggalkan budaya mengusir burung- burung pengganggu tanaman padi ketika menguning dengan alat praga orang- orangan di sawah. "Memeden gadu, itu digerakkan seorang petani dari sebuah gubug dengan tali. Mereka lebih memilih berteriak- teriak atau dengan plastic yang digerak- gerakan," kata Kahar, petani setempat.

    Ada 200 memeden gadu diciptakan 100 orang diikutkan dalam festival tersebut. Bentuknya beragam, mulai dari wanita berbusana berjilbab hingga berbusana petani bertopi caping. Dan, lelaki berbusana jawara hingga petani bercaping. Ada yang berpose gaul, seperti bersepeda, berdiri, mengendarai sepeda motor, suami- istri bercengkerama hingga naik kuda- kudaan. "Cara ini paling munjarab mengusir ribuan burung yang suka cari makan ketika tanaman padi mulai berbuah," kata Rukan, salah satu tokoh desa.

    Ketika zaman dulu, mengusir hama wereng pakai oncor yang dipasang di sawah. "Kalau dulu pakai oncor, sekarang bisa pakai listrik," kata Rukan. "Memakai pupuk organik dalam bercocok tanam, juga cara petani tempo dulu."

    Dalam festival itu, juga disuguhkan pameran benda- benda pertanian tempo dulu, seperti garu, luku, cangkul, penggiling jagung, lesung dan alu. Juga, ada piring, teko dan cangkir zaman dulu.

    Sementara itu, kelompok tani Desa Babalan, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, lebih memilih dengan beternak burung hantu (Tyto alba ) untuk mengendalikan hama tikus. "Karena petani kerap tidak kebagian hasil panen karena dimangsa tikus," kata Kusbiyanto, Ketua Gapoktan Desa Babalan. Kini, sudah puluhan burung hantu diternak para petani, yang sehari- harinya diberi makan tikus. Pemerintah Desa Babalan juga mendukungnya. "Kami sediakan anggaran Rp 20 juta untuk kebutuhn pengembangbiakan hewan itu," kata Salamun, Kepala Desa Babalan, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati. 

    Redaktur : Zainul Hakim
    Sumber : tempo


    1 komentar: