Pesawat berjenis Boeing 747-400
telah melaju menembus gelapnya awan. Tidak terasa, sudah hampir lebih
enam jam pesawat dengan konfigurasi double deck dan berkapasitas 506 tempat
duduk ini berjalan. Jam menunjukkan hampir subuh. Para penumpang yang mayoritas
adalah jamaah umroh ini masih terlihat pulas. Beberapa di antaranya masih
terlihat mendengkur, bersaing dengan deru suara pesawat.
Tiba-tiba, seorang terdengar suara pramugari mengumumkan, tanda
shalat subuh telah tiba. Seorang penumpang, berbadan tinggi besar, di dereten kursi
no 27 D, berdiri dan menghadap ke belakang. "Bapak-bapak, ibu-ibu,
silahkan ambil tayammum dan kita shalat subuh berjamaah," ujarnya. Setelah
lima menit, setelah 26 penumpang di belakangnya siap, ia baru memulai menjadi
imam dengan suara keras. Bahkan suara "Amin" saat ia usat membaca
surah Al-Fatihah begitu keras Meski suara makmum terdengar bergemuruh memenuhi
ruang pesawat. Sebagian besar di antara mereka tetap menikmati tidur. Beberapa
di antaranya ada yang tergugah dan cepat-cepat mengikuti shalat begitu
mendengar suara keras "amin" dari makmum. Sebagaian, bahkan menarik
selimutnya dari terpaaan Air Conditioner (AC).
Pria tinggi besar itu adalah Ahmad Rosyidin. Seorang pembimbing
umroh dan haji dari Mihrob Qolbi, Jakarta, yang saat itu sedang membawa jamaah
umroh sebanyak 26 orang.
Lebih 30 menit berlalu, awak kabin yang tampil wangi dan rapi
(yang wanita menggunakan jilbab) datang membawa makanan. Menarik, karena
tiba-tiba, jamaah yang tadi terlihat tidur pulas, tiba-tiba bangun dan memesan
makanan.
Dua jam setelah awak kabin membersihkan sisa makanan dan menarik
selimut, ia mengumumkan sebentar lagi, pesawat akan mendarat. "Sebentar
lagi kita akan mendarat di Bandara Cengkareng. Silahkan memasang sabuk pengaman
dan menegakkan sandaran kursi," ujarnya.
Hingga pesawat landing dengan mulus tepat pukul 08.15 pagi waktu Indonesia,
banyak penumpang terlihat belum shalat subuh. Hingga akhirnya semua penumpang
bersiap turun. Sebagian menyalakan handphone dan Blakcberry (BB) masing-masing.
Seorang jemaah muda, berteriak dengan kencang. "Chelsea menang 4:3,"
ujarnya pada kerabatnya di bangku belakang. Rupanya, ia baru saja membuka
berita dari sebuah situs online, pertandingan memperebut trofi Liga Champions
antara Chelsea dengan Bayern Munich dalam drama adu penalti.
***
Bukan Semata Bisnis
Pemandangan seperti ini bukan sesuatu yang aneh bagi jamaah haji
atau umroh asal Indonesia.Tak sedikit jemaah asal Indonesia tidak paham adab
dan hukum-hukum memasuki tanah haram. Yang menyedihkan, banyak di antara mereka
tak bisa membedakan kehadirannya di Kota Suci Makkah al Mukarramah dan
Madinah al Munawwarah karena panggilan
Allah Subhanahu Wata'ala semata.
Pernah di sebuah media nasional, jamaah haji di seluruh dunia
dikejutkan dengang nada dering dari handphone seorang jamaah asal Indonesia
yang yang kala itu sedang thawaf. Bukan apa-apa, kala itu, nada deringnya
berbunyi keras dengan nada lagu "goyang dombret" di dekat Ka'bah.
Kasus seperti ini diakui
Sholeh (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa tahun kedua di Universitas
Ummul Quro' Saudi Arabiyah ini menuturkan, dirinya kadang bersedih melihat
tingkah-pola jamaah haji dan umroh asal Indonesia. Pria yang mengaku telah dua
tahun menjadi pembantu pembimbing jamaah haji dan umroh ini mengeluh, karena
seringnya ia mendapat pertanyaan dari warga Saudi atau warga asing yang
beribadah di tanah suci tentang kejanggalan dan hal-hal yang dinilai aneh
tentang warga Indonesia.
Pernah dalam perjalanan umroh di tahun 2009, dia hampir dibuat
malu oleh salah satu jamaahnya, kebetulan istri seorang pejabat di Jakarta,
berangkat ke Masjid Haram Makkah dengan dandanan menor.
"Dari hotel, dia sudah mengenakan pakaian (maaf) menor dan
memperlihatkan lekuk-tubuhnya," ujarnya mengenang. Hal-hal lain yang juga
sering membuatnya malu dan membuat ia sering diledek warga lokal (Saudi),
adalah jamaah umroh yang dengan gaya penuh menggoda saat menawar barang-barang
di toko atau di di jalan sepulang dari shalat di Masjid Nabawi atau Masjidil
Haram. "Padahal, bagi warga Saudi, adalah aib besar, seorang wanita
menawar dengan gaya seperti itu. Apalagi tanpa mahram."
Akibat ulah jamaah itu, ia sering dibuat malu. Sehingga
orang-orang Arab dan Timur Tengah punya kesan, wanita-wanita asal Indonesia itu
gampangan.
"Ya shodiq, mereka ini Tamu Allah atau plesir?", begitu
seorang teman Arab nya pernah bertanya tentang perilaku jamaah asal Indonesia.
Sholeh menilai, dari pengalamannya menjadi pembantu pembimbing,
dua hal yang menyebabkan itu terjadi. Pertama, banyak jamaah kurang paham
tentang; adab, akhlaq, sikap dan fikih (hukum)
ketika mereka datang ke Kota Suci. Kedua, kurangnya pembimbingan yang
memadai dari perusahaan pemberangkatan jamaah haji dan umroh (KBIH), tentang
untuk apa dan bagaimana seharusnya datang ke Tanah Suci.
Berdasarkan pengalaman itulah, Ahmad Rosyidin dari Mihrob Qolbi
mengakui, menejemen di KBIH nya sepakat dalam urusan mengantar jamaah haji dan
umroh yang "tidak biasa". "Tidak biasa" yang dia maksud
adalah melayani jamaah haji dan umroh tidak semata-mata bisnis, tapi ada sisi
lain, yakni berhidmat membantu jamaah
mendapatkan sesuatu dalam perjalanan memenuhi panggilan Allah SWT tersebut.
"Salah satu aqad perjanjian yang kami rasakan paling berat
saat menjadi pembimbing adalah pasal di mena mengatakan bahwa sah dan tidaknya
ibadah jamaah itu ada di tangan pembimbing," ujar Rasyidin.
Karena itulah, Rasyidin mengaku, sejak sebelum berangkat, sampai
pada perjalanan pertama hingga akhir, jamaahnya terus mendapat bimbingan dan
ada evaluasi yang ketat. Khususnya menyangkut adab, tata-krama di Kota Suci
hingga masalah-masalah menyangkut fikih ibadah. Bahkan yang menarik, bimbingan
dan pembinaan ruhani ini terus dilakukkan, sampai jamaah pulang ke tanah air.
Ia megakui, selama beberapa kali mengantar jamaah, belum ada sikap
aneh-aneh dari jamaahnya saat menjadi Tamu Allah. Menurutnya, ini terjadi
karena bimbingan dan pengawasan dilakukan terus-menerus. Bukan apa-apa, hal-hal
kecil sangat diperhatikan. Termasuk tentang adab dan akhlak saat masuk ke tanah
suci, tentang cara berpakaian, perilaku menghadapi pedagang saat belanja dll.
Ia pernah memperhatikan kasus lucu sekaligus menyedihkan. Di mana
ia mendapati seorang jamaah umroh dari KBIH tertentu yang berbisik pada
temanya, jika ia masih menggunakan celana dalam saat masih menggunakan pakaian
ihram. Ada juga yang lain, beberapa jamaah asal Indonesia melakukan sa'i di
Sofa dan Marwah menggunakan baju biasa.
Rosyidin khawatir, kasus-kasus seperti itu akan terus terjadi jika semua yang berkaitan
dengan masalah haji dan umroh sekedar urusan bisnis. Padahal seharusnya tidak
begitu. "Kami menilai, haji dan umroh ini kan urusan dengan Allah, namanya
saja mereka di sebuh sebagai tamu Allah. Karena itu, seharusnya, urusan haji
dan umroh tidak semata-mata hanya urusan
bisnis, tapi ada faktor lain, yakni, ibadah. Yakni, bagaimana bisa beramal
untuk mengantar orang memenuhi panggilan Allah secara sempurna agar ketika
pulang, ibadahnya benar-benar mabrul dan makbul," tambah Rasyidin yang
mengaku pernah menjadi "ajudan" dai kondang, KH Abdullah Gymnastiar
atau akrab dipanggil Aa Gym ini.
Sebut saja Abdul Rasyid (54),
seorang pejabat di seuah institusi pemerintahan di Jakarta mengakutelah
puluhan kali haji (apalagi umroh). Selama itu pula, ia sering berganti KBHI dan
pembimbing haji. Dari pengalamannya itu, mantan aktivis masjid kampus ini
mengakui, sedikit perusahaan jasa penyelenggara haji dan umroh yang secara
ketat mengawasi dan melayani jamaahnya dalam urusan ibadah. Umumnya, begitu
tiba di Tanah Suci, pihak pembimbing melepas begitu saja jamaahnya, seolah-olah
mereka itu sudah paham semua.
"Saya menemui seorang yang ketika hampir pulang, dia tidak
bisa membedakan mana Raudah dan makam Nabi," ujarnya saat saya temui di
sebuah hotel di depan Majidil Haram. Ada pula yang menurutnya sudah umum
terjadi, baik jamaah haji atau umroh. Jika sudah pulang dan berada di Bandara
Jeddah, semua perilaku dan dandanan aslinya tatkala di Tanah Air, muncul
kembali.Seolah mereka lupa baru saja menghadap Allah.
"Kalau sudah di Bandara, bisa kita lihat tuh gaya aslinya.
Tadinya rapi menutup aurat, langsung tampil seronok kembali. Bahkan tadinya
khusu' di masjid, belum satu hari, di
pesawat saja sudah tidak sholat."
Karenanya, Abdul Rasyid menyarankan para calon jamaah memilihi KBIH
dan pembimbing yang benar. Bukan apa-apa, alangkah sia-sia nya mengeluarkan
uang, tetapi sesungguhnya ibadah kita belum tentu di terima.
"Kasihan kan, sudah keluar uang banyak, taunya ibadahnya
banyak yang batal alias tidak diterima. Udah gitu, kita ke sono (Tanah Suci)
kan menghadiri undangan Allah. Rugi jika kehadiran kita justru hanya sekedar
plesir, gak dapat apa-apa," ujarnya.*
Sumber dari situs : arrahmah.com
0 komentar:
Posting Komentar