Seringkali kita menunjuk sesuatu dengan berbagai sebab dan alasan. Di sana ada beberapa hal menarik yg bisa diambil pelajaran. Menunjuk sesuatu bisa berarti memilih, menginformasikan sesuatu, mengarahkan bahkan menyalahkan.
Kali ini yg menjadi perhatian kami adalah tentang jari telunjuk yg menunjuk pada sebuah kesalahan/menyalahkan apa yg ada di sekitar kita. Mari kita perhatikan posisi tangan kita ketika menunjuk sesuatu, yach … di sana kita dapatkan satu jari (jari telunjuk) mengarah kepada objek tertentu dan ketiga jari lainnya (kelingking, manis dan tengah) cenderung mengarah kepada diri kita sendiri (berlawanan arah), sedangkan jempol dalam posisi “netral”, tidak menunjuk diri kita ataupun apa yg ditunjuk oleh jari telunjuk kita.
Apa maknanya?
Menyambung penjelasan yg disampaikan oleh Kyai kami (KH. Imadudin Sukamto-Pengasuh PP.Pandanaran Komplek IV), posisi jari2 tangan kita tersebut seakan mengingatkan kita, bahwa sebesar apapun kesalahan orang lain (yg kita tunjuk/tahu), pun kita juga musthi evaluasi diri .., dgn simbol tiga jari lainnya yg justru mengarah pada diri kita. Mungkin teman kita hari ini melakukan kesalahan, namun boleh jadi … beberapa saat kemudian, besok ataupun suatu saat nanti, justru kitalah yg melakukan kesalahan.
Di sisi lain, jempol sebagai simbol kebaikan dan kesempurnaan, posisinya pun tidak menunjuk pada objek maupun subjek kesalahan-tidak memuji salah satu di antaranya, Di sinilah kita diingatkan oleh Ke-Maha Agungan Alloh SWT. yg mendesain jari2 kita sedemikian sempurnanya, agar kita senantiasa mengambil pelajaran dari setiap kesalahan, dan senantiasa berhati-hati dalam setiap tindakan, tidak cepat puas atas kebaikan yg dilakukan dan senantiasa berusaha tuk terus melakukan perbaikan.
Smoga Alloh senantiasa menolong kita untuk istiqomah dalam kebaikan dan kebenaran. Smoga bermanfaat. Wallohu a’lamu bisshowab.
Oleh : Caksyam.
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: “Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).” Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhary 5831)
Disadur Ulang Oleh Halindshop
0 komentar:
Posting Komentar