Sebagai teladan sepanjang zaman, Rasulullah telah berhasil mengukir rangkaian sejarah peradaban Islam dengan begitu menawan.
Salah satu bentuk peradaban luhur yang diwariskannya ialah tahapan perdamaian tatkala beliau dan masyarakat minoritas (Muslim) hidup berdampingan dengan kuffar Quraisy.
Selama menjalankan misi dakwah, Rasullah SAW menempuh beberapa perjanjian untuk menghindari pertumpahan darah serta berupaya membangun perdamaian. Perjanjian yang dibuat tersebut antara lain Perjanjian Hudaibiyah, Piagam Madinah, serta perjanjian dengan delegasi Najran.
Tahapan perdamaian yang ditempuh Rasulullah tentu bukan suatu hal yang mudah. Disamping pada masa itu hanya Rasulullah yang ‘baru’ menerapkan sendi-sendi perdamaian, kepribadian Rasulullah pun sangatlah berperan.
Rasulullah telah sempurna mengamalkan makna akar kata ‘Islam’ yang berarti Salaam—damai atau selamat—membuat beliau enggan berperilaku kasar, menjajah, ofensif, apalagi tindakan membabi buta dalam berperang. Pancaran kepribadian sejati Rasulullah tecermin dalam santunnya beliau dalam memperlakukan para tawanan.
Sejarah mencatat, selama berperang, Rasulullah enggan menyakiti balik atau menaruh dendam atas perilaku kuffar Quraisy. Justru sebaliknya, Rasulullah menanamkan nilai Islam yang sesungguhnya. Beliau tetap memberikan perlindungan, pangan, dan memikirkan kesehatan para tawanan.
Masih teringat dalam benak kita, kala diliputi ketakutan akan terjadinya pertumpahan darah dan untuk meminimalkan kemurkaan kaum kafir, beliau memberikan izin kepada budak yang telah masuk Islam, untuk menyembunyikan keislamannya pada majikan mereka sebab dikhawatirkan terjadi kekerasan fisik.
Bukanlah hal baru jika Rasulullah dalam fase-fase awal dakwahnya terus mengalami penindasan demi penindasan dari kaum kafir. Kisah menyedihkan yang dialami Rasulullah dan para sahabat itu seolah kembali terulang dalam frame yang tak jauh berbeda: penindasan.
Penindasan dan pembumihangusan yang menimpa saudara kita di Jalur Gaza sejak 14 November lalu, tidak hanya menimpa masyarakat sipil, para wanita, beberapa kantor berita ternama, juga anak-anak tak berdosa pun juga ikut meregang nyawa. Sedikitnya, puluhan orang meninggal dunia dan ribuan lainnya mengalami luka-luka.
Tindakan yang dinilai hanya sebagai aksi defensif ini telah menargetkan ribuan lokasi untuk diblokade. Israel telah resmi memobilisasi hingga 75 ribu tentara cadangan untuk mempersiapkan kemungkinan invasi darat di jalur Gaza.
Terlepas dari alasan yang melatarbelakangi serangan ini, pada kenyataannya, banyak warga sipil tak berdosa tewas menjadi korban dari serangan tersebut. Tak hanya itu, pasokan obat dan peralatan medis yang dimiliki Kementerian Kesehatan Gaza pun benar-benar habis. Pihak rumah sakit juga menunda semua operasi akibat kondisi darurat dan kekurangan anestesi (obat bius).
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 32).
“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. An-Nisa’: 29).
Semoga Allah senantiasa melindungi semua saudara kita di Gaza serta memberikan solusi yang terbaik. Amin.
Oleh: Ina Salma Febriani (Republika Online)
0 komentar:
Posting Komentar