Dalam Bahasa Arab, al-iradah berarti kemauan atau keinginan.
Namun, dalam ilmu fikih berarti kebulatan atau kehendak untuk berbuat sesuatu disertai den terpusatnya perhatian ke arah itu.
Menurut Mazhab Hanafi, iradat merupakan kemauan, kehendak, atau keinginan untuk berbuat sesuatu dalam bentuk umum dan abstrak yang di dalamnya tercakup ikhtiar dan ridha.
Ikhtiar merupakan bentuk praktis dari iradat yang diterapkan dalam menentukan suatu perbuatan.
Sedangkan ridha merupakan praktik dari iradat yang terwujud dalam bentuk menyenangi atau menyetujui suatu perbuatan. Penerapan tiga rangkaian istilah tersebut dapat dilihat pada contoh berikut.
Misalnya, seseorang ingin mewakafkan sebagian harta kekayaannya untuk kepentingan umum, keinginan tersebut disebut iradat. Lalu ia dihadapkan pada jenis harta yang akan diwakafkan. Misalnya dalam bentuk tanah, rumah, atau benda-benda lain yang dipandang sah sebagai wakaf.
Upaya yang untuk menentukan pilihan itu disebut ikhtiar. Akhirnya, terpilih salah satu dari benda-benda tersebut untuk diwakafkannya dan hal tersebut diterimanya dengan senang hati. Penerimaan yang demikian disebut ridho.
Jumhur ulama yang terdiri dari Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali tidak membedakan antara ikhtiar dan ridha. Menurut mereka, apabila seseorang telah memilih sesuatu berarti ia telah ridha terhadapnya.
Dengan demikian, antara ikhtiar dan ridha tidak dapat dibedakan karena keduanya hanya mengandung satu makna dengan dua kata (muradif). Misalnya, jika seseorang telah menjatuhkan pilihan untuk mewakafkan tanahnya, berarti ia juga telah ridha terhadap pilihan tersebut. Ikhtiar dan ridha merupakan wujud dari iradat dalam bentuk yang lebih konkret.
Iradat terdiri dari dua bentuk, yaitu, iradat al-munfaridhah atau disebut juga iradat al-wahidah. Hal ini adalah kehendak atau kemauan bebas seseorang yang terpendam dalam hatinya untuk menentukan sesuatu.
Sedangkan yang kedua adalah iradat al-aqdiyyah, yaitu kehendak atau kemauan seseorang yang terkait dengan kemauan orang lain yang menghasilkan suatu akad (perjanjian).
Kedua bentuk iradat tersebut banyak diterapkan dalam kehidupan manusia. Selain digunakan untuk masalah yang bersifat individual, iradat al-munfaridhah juga banyak diterapkan dalam muamalah. Antara lain dalam masalah ji'alah, wakaf, ibra, wasiat, kafalah, sumpah, atau nazar.
Sedangkan iradat al-aqdiyah dipraktikkan dalam akad muamalah, seperti dalam jual beli, khiar, sewa-menyewa, ujrah (upah kerja), rahn, atau syirkah.
Sumber: Ensiklopedi Hukum Islam
0 komentar:
Posting Komentar